Minggu, 23 Februari 2014

RUANG LINGKUP KONSELING


            Apa konseling itu? Apakah konseling sama dengan konsultasi? Berikut adalah beberapa definisi konseling menurut para ahli. Menurut Burk dan Stefflre (dalam McLeod, 2008: 13), konseling mengidentifikasi hubungan profesional antara konselor terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang. Konseling didesain untuk menolong klien memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk mencapai tujuan penentuan diri (self-determination) mereka melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta maknanya bagi mereka, dan melalui masalah emosional karakter interpersonal. Ensiklopedia Pendidikan (1980, dalam Winkel, 1991:64)menyatakan bahwa konseling adalah suatu usaha dari pihak pimpinan suatu lembaga pendidikan untuk membantu siswa-siswa secara perorangan agar dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan studi kemasyarakatan, mereka secara optimal mencapai penyelesaian, yang selanjutnya akan mengakibatkan tercapainya hasil maksimal dari studi dan perkembangan sosialnya. Sementara menurut Mapiare (1984, dalam Winkell,1991: 64), konseling adalah serangkaian kegiatan pokok bimbingan dalam usaha membantu klien secara tatap muka debgan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
            Konseling merupakan hubungan komunikasi antarpribadi, ebagai proses yang harus dilalui oleh orang yang dilayani, yang bersifat psikologis. Dari beberapa definisi konseling tersebut dapat menyimpulkan bahwa konseling adalah sebuah proses wawancara yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada seseorang sehingga orang yang dilayani dapat lebih berkembang dalam kehidupannya.

TUJUAN KONSELING
            Berikut adalah beberapa tujuan konseling (McLeod, 2008: 13-14).
1.      Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional mengarah pada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional daripada perasaan dan tindakan.
2.      Hubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain.
3.      Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap perasaan dan pemikiran yang selama ini ditahan atau ditolak.
4.      Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik dan penolakan.
5.      Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah  tertentu yang tidak bisa diselesaikan oleh konseli sendiri.
6.      Aktualisai diri atau individuasi. Pergerakan kearah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.
7.      Pendidikan psikologi. Membuat konseli mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku.
8.      Keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai kemampuan sosial dan interpersonal.
9.      Perubahan kognitif. Mengganti kepercayaan yang irasional dan pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancur.
10.  Perubahan tingkah laku. Mengganti perilaku yang maladaptif.
11.  Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroprasinya sistem sosial.
12.  Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat konseli yang akan membuat konseli mampu mengontrol kehidupannya.
13.  Resitusi. Membantu konseli membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.
14.  Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli kepada orang lain, membagi pengetahuan, dan mengontribusikan kebaikan bersama dan kesepakatan politik dan kerja komunitas.
KONSELING BERBEDA DENGAN KONSULTASI
            Pada suatu hari ada orang tua siswa datang ke sekolah untuk bertemu dengan guru BK/guru konselor/wali kelas. Tujuan kedatangan orang tua siswa tersebut adalah untuk menayakan perkembangan anaknya selama disekolah . Kasus ini menjelaskan bahwa orang tua datang kesekolah untuk mengonsultasikan perkembangan anaknya selama di sekolah.  Contoh kasus yang lain, pada suatu hari seorang siswa datang ke ruang guru BK untuk mengungkapkan perasaan yang mengganggunya akhir-akhir ini. Maka, kegiatan siswa ini deng an guru BK adalah sebuah konseling. Dari kedua kasus diatas kiranya terlihat perbedaan yang sangat jelas antara konsultasi dengan konseling.
SIAPA YANG HARUS DILAYANI?
            Tugas pokok seorang guru adalah pelayanan total kepada seluruh siswa. Berbagai macam karakter, suku, tingkat ekonomi yang berbeda, usia, penampilan, dan tingkat kemampuan dalam hal akademik maupun nonakademik siswa akan guru temukan di sekolah. Oleh karena itu, guru wajib melayani seluruh siswa secara pribadi. Guru tidak boleh pilih kasih dalam pelayanannya. Hal yang biasa terlihat adalah bahwa siswa yang menonjol dalam perilaku menyimpang, siswa dari keluarga kaya, atau siswa bernilai akademik yang baik akan mudah dikenali. Contoh tersebut akan membutakan profesi seorang guru jika hanya siswa tertentulah yang mendapatkan pelayanan. Maka, sebagai guru yang profesional, selain contoh siswa yang disebutkan diatas, kiranya mereka juga harus membantu seluruh siswanya. Namun demikian, jika dilihat dari pihak orang yang akan dibantu, proses konseling ini membatasi beberapa hal (Winkell, 1991: 67), yaitu:
1.      Orang harus sudah mencapai umur tertentu sehingga bisa sadar dengan tugas-tugasnya. Kesadaran itu dapat terwujud dalam hal mengetahui secara reflektif. Tanpa kesadaran, pelayanan tidak akan tercapai.
2.      Orang harus bisa menggunakan pikiran dan kemauan sendiri sebagai manusia yang berkehendak bebas serta harus bebas dari keterikatan yang keterlaluan pada perasaan-perasaannya sendiri sehingga tidak terbawa pada perasaan-perasaannya sendiri.
3.      Orang harus rela memanfaatkan pelayanan bimbingan dalam proses konseling. Dengan kata lain, pelayanan bimbingan tidak dapat dipaksakan. Oleh karena itu, seseorang harus yakin bahwa ia sudah mampu untuk mengatur kehidupannya sendiri.
4.      Harus ada kebutuhan objektif untuk menerima pelayanan bimbingan. Subjek harus menyadari bahwa ia harus menyadari bahwa ia harus menghadapi masalah dan mendapatkan pelayanan bimbingan sepenuhnya.
SYARAT-SYARAT KONSELING
             untuk mengadakan proses konseling, ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, yaitu dari sisi guru sebagai konselor dan siswa sebagai konseli. Menurut Winkell (1989: 87-88), beberapa syarat  yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Di pihak konselor
a.       Tiga sikap pokok, yaitu menerima (acceptance), memahami (understanding), dan sikap bertindak dan berkata jujur. Sikap menerima berarti pihak konselor menerima siswa sebagaimana adanya dan tidak segera mengadili siswa karena kebenaran dan pendapatnya/perasaannya/ perbuatannya. Sikap memahami berkaitan dengan tuntutan seorang konselor agar berusaha sekuat tenaga menangkap dengan jelas dan lengkap hal-hal yang diungkapkan oleh siswa, baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan. Sedangkan sikap bertindak dan berkata secara jujur berarti bahwa seorang konselor tidak berpura-pura sehingga siswa semakin percaya dan mantap ketika sedang berhadapan dengan konselor.
b.      Kepekaan terhadap apa yang ada di balik kata-kata yang diungkapkan konseli. Kepekaan yang dibangun konselor sekolah akan membantu mendapatkan banyak data-data yang mungkin secara verbal maupun non verbal diungkapkan oleh konseli.
c.       Kemampuan dalam hal komunikasi yang yang tepat (rapport). Hal ini berarti konselor mampu menyatakan pemahamannya terhadap hal-hal yang di ungkapkan konseli.
d.      Memiliki kesehatan jasmani dan mental yang sehat.
e.       Wajib menaati kode etik jabatan sesuai dengan yang telah disusun dalam Konvensi Nasional Bimbingan I.
2. Di pihak Konseli
a.       Motivasi yang megandung keinsyafan akan adanya suatu masalah, kesediaan untuk mengungkapkan masalahnya dengan tulus, jujur, dan adanya kemauan untuk mencari penyelesaian masalah itu.
b.      Keberanian untuk mengungkapkan data-data yang ada dalam dirinya sehingga konselor akan lebih mudah memahami/mengenal konsei secara lebih mendalam. Selain itu, konselor juga harus menyadari bahwa konseli yang datang mungkin sedang mengalami perasaan yang sangat sensitif, kurang tenang, kecemasan yang berlebihan, atau kemarahan. Maka, konselor harus bisa sabar dan masuk melalui pintu yang tepat agar dapat membantu siswa mengungkapkan seluruh perasaan dan pikiran yang mengganggunya saat itu.
ASAS-ASAS DALAM KONSELING
            Menurut Winkell (1989: 301-302), pelayanan seorang konselor terhadap konseli yang bercorak membantu dan dibantu (helping relationship), yang berlangsung secara formal dan dikelola secara profesional, kiranya harus memperhatikan berbagai asas-asas yang harus dipahami bersama, yaitu:
1.      Bermakna, baik untuk konselor maupun konseli karena kedua belah pihak melibatkan diri sepenuhnya.
2.      Mangandung unsur kognitif dan afektif karena konselor dan konseliberpikir bersama, serta alam perasaan konseli sepenuhnya diakui ikut dihayati konselor.
3.      Berdasarkan sikap saling percaya dan saling terbuka.
4.      Berlangsung atas dasar saling memberikan persetujuan, dalam arti konseli memberi persetujuannya komunikasi secara sukarela dan konselor menerima dengan rela permintaan untuk memberikan bantuan profesional.
5.      Terdapat suatu kebutuhan di pihak konseli, yang diharapkan dapat terpenuhi melalui wawancara konseling. Dipihak konselor kebutuhan itu disadari dan diakui termasuk lingkup keahliannya sehingga konselor berusaha memenuhinya.
6.      Terdapat komunikasi dua arah, dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan atau saling mengirim berita, baik melalui saluran verbal, maupun nonverbal. Pesan tersebut saling ditanggapi.
7.      Mengandung strukturalisasi, dalam arti komunikasi tidak berlangsung apa adanya, seperti lazimnya komunikasi sosial nonprofesional.
8.      Berdasarkan kerelaan dan usaha untuk bekerja sama agar tujuan yang disepakati bersama tercapai.
9.      Mengarah pada suatu perubahan pada diri konseli. Perubahan itu adalah tujuan yang hendak dicapai bersama.
10.   Terdapat jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan ketulusan konselor dalam membantunya sehingga keterbukaan konseli tidak akan disalahkan oleh konselor.
SUMBER:  Arintoko. 2011. Wawancara Konseling Di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar